Teori Kepribadian Menurut Hans Eysenck
Eysenck
berpendapat dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam
bentuk tipe dan trait. Dia juga berpendapat bahwa semua tingkahlaku dipelajari
dari lingkungan. Menurutnnya kepribadian adalah keseluruhan pola tingkahlaku
aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan
dan lingkungan. Pola tingkahlaku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi
fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir tingkahlaku; sektor
kognitif (intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif
(temperament), sektor somatik (constitution).
HIRARKI
FAKTOR-FAKTOR KEPRIBADIAN
Kepribadian
sebagai organisasi tingkahlaku oleh Eysenck dipandang memiliki empat tingkatan
hirarkis, beturut-turut dari hirarki yang tinggi ke hirarki yang rendah: tipe –
traits – habit – respon spesifik.
- Hirarki tertinggi: Tipe, kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang luas.
- Hirarki kedua: Trait, kumpulan kecenderungan kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang penting dan permanen.
- Hirarki ketiga: Kebiasaan tingkahlaku atau berfikir, kumpulan respon spesifik, tingkahlaku/fikiran yang muncul kembali untuk merespon kejadian yang mirip.
- Hirarki terendah: Respon spesifik, tingkahlaku yang secara aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu kejadian.
Eysenck
menemukan tiga dimensi tipe, yakni ekstraversi (E), neurotisisme (N), dan
psikotisme (P). Masing-masing dimensi saling asing, sehingga dapat berlangsung
kombinasi antar dimensi secara bebas. Masing-masing tipe merupakan kumpulan
dari 9 trait, sehingga semuanya ada 27 trait (Gambar 10). Trait dari
ekstraversi adalah: sosiabel (sociable), lincah (lively), aktif (active),
asertif (assertive), mencari sensasi (sensation seeking), riang (carefree),
dominan (dominance), bersemangat (surgent), berani (venture some). Trait dari
neurotisisme adalah: cemas (anxious), tertekan (depressed), berdosa (guild
feeling), harga diri rendah (low self esteem), tegang (tension), irasional
(irrational), malu (shy), murung (moody), emosional (emotional). Trait dari
psikotisme adalah: agresif (aggressive), dingin (cold), egosentrik
(egocentric), takpribadi (impersonal), impulsif (impulsive), antisosial
(antisocial), tak empatik (tak empatik), kreatif (creative), keras hati
(tough-minded).
TIPE
Eysenck
menemukan dan mengelaborasikan tiga tipe – E,N,P- tanpa menyatakan
secara eksplisit peluang untuk menemukan dimensi yang lain pada masa yang akan
datang.
Neurotitisme
dan Psikotisme itu bukan sifat patologis, walaupun tentu individu yang
mengalami gangguan akan memperoleh skor yang ekstrim. Tiga dimensi itu adalah
bagian normal dari struktur kepribadian. Semuanya bersifat bipolar; ekstraversi
lawannya introversi, neurotisisme lawannya stabilita, dan psikotisme lawannya fungsi
superego. Semua orang berada dalam rentangan bipolar itu mengikuti kurva
normal, artinya sebagian besar orang berada ditengah-tengah polarisasi, dan
semakin mendekati titik ekstrim, jumlahnya semakin sedikit.
1.
Ekstraversi
Konsep
Eysenck mengenai ekstraversi mempunyai sembilan sifat sebagaimana ditunjukkan
oleh trait-trait dibawahnya, dan introversi adalah kebalikan dari trait
ekstraversi, yakni: tidak sosial, pendiam, pasif, ragu, banyak fikiran, sedih,
penurut, pesimis, penakut.
Eysenck
yakin bahwa penyebab utama perbedaan antara ekstraversi dan introversi adalah
tingkat keterangsangan korteks (CAL = Cortical Arausal Level), kondisi
fisiologis yang sebagian besar bersifat keturunan. CAL adalah gambaran
bagaimana korteks mereaksi stimulasi indrawi. CAL tingkat rendah artinya
korteks tidak peka, reaksinya lemah. Sebaliknya CAL tinggi, korteks mudah
terangsang untuk bereaksi. Orang yang ekstravers CAL-nya rendah, sehingga dia
banyak membutuhkan rangsangan indrawi untuk mengaktifkan korteksnya. Sebaliknya
introvers CAL-nya tinggi, dia hanya membutuhkan rangsangan sedikit untuk
mengaktifkan korteksnya. Jadilah orang yang introvers menarik diri, menghindar
dari riuh-rendah situasi disekelilingnya yang dapat membuatnya kelebihan
rangsangan.
Orang
introvers memilih aktivitas yang miskin rangsangan sosial, seperti membaca,
olahraga soliter (main ski, atletik), organisasi persaudaraan eksklusif.
Sebaliknya orang ekstravers memilih berpartisipasi dalam kegiatan bersama,
pesta hura-hura, olahraga beregu (sepakbola, arung jeram), minum alkohol dan
mengisap mariyuana. Eysenck menghipotesakan ekstravers (dibanding introvers)
melakukan hubungan seksual lebih awal dan lebih sering, dengan lebih banyak
pasangan, dan dengan perilaku seksual yang lebih bervariasi. Ektravers yang
ketagihan alkohol dan narkotik cenderung mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih
besar.
2.
Neurotisisme
Seperti
ekstraversi-introversi, neurotisisme-stabiliti mempunyai komponen hereditas
yang kuat. Eysenck melaporkan beberapa penelitian yang menemukan bukti dasar
genetik dari trait neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria, dan
obsesif-kompulsif. Juga ada keseragaman antara orang kembar-identik lebih dari
kembar-fraternal dalam hal jumlah tingkahlaku antisosial dan asosial seperti
kejahatan orang dewasa, tingkahlaku menyimpang pada anak-anak, homoseksualitas,
dan alkoholisme.
Orang yang
skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang
berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Namun neurotisisme
itu bukan neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa saja mendapat skor
neurotisisme yang tinggi tetapi tetap bebas dari simpton gangguan psikologis.
Menurut Eysenck, skor neurotisisme mengikuti model stres-diatesis
(diathesis-stress model); yakni skor N yang tinggi lebih rentan untuk terdorong
mengembangkan gangguan neurotik dibanding skor N yang rendah, ketika menghadapi
situasi yang menekan.
Dasar
biologis dari neurotisisme adalah kepekaan reaksi sistem syaraf otonom
(ANS=Automatic Nervous Reactivity). Orang yang kepekaan ANS-nya tinggi, pada
kondisi lingkungan wajar sekalipun sudah merespon secara emosional sehingga
mudah mengembangkan gangguan neurotik.
Neurotisisme dan ekstraversi dapat
digabung dalam bentuk hubungan CAL dan ANS, dan dalam bentuk garis absis
ordinat. Kedudukan setiap orang pada bidang dua dimensi itu tergantung kepada
tingkat ekstraversi dan neurotisismenya. Pada gambar 11, A adalah orang
introvert-neurotik (ekstrim introvers dan ekstrim neurotisisme) atau orang yang
memiliki CAL tinggi dan ANS tinggi. Orang itu cenderung memiliki
simpton-simpton kecemasan, depresi, fobia, dan obsesif-kompulsif, yang oleh
Eysenck disebut mengidap gangguan psikis tingkat pertama (disorders of the
first kind). B adalah orang ekstravers-neurotik atau orang yang memiliki CAL
rendah dan ANS tinggi. Orang itu cenderung psikopatik, kriminal dan delingkuen,
atau mengidap gangguan psikis tingkat kedua (disorders of the second kind). C
adalah orang normal yang introvers; tenang, berfikir mendalam, dapat dipercaya.
D adalah orang yang normal-ekstravers; riang, responsif, senamg bicara/bergaul.
Subyek
|
Dimensi
|
CAL
|
ANS
|
Simptom
|
(C)
|
Introver-Stabilita
|
Tinggi
|
Rendah
|
Normal
introvers
|
(A)
|
Introver-Neurotik
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Gangguan
psikis tingkat pertama
|
(D)
|
Ekstravers-Stabilitas
|
Rendah
|
Rendah
|
Normal
ekstravers
|
(B)
|
Ekstraver-Neurotik
|
Rendah
|
Tinggi
|
Gangguan
psikis tingkat kedua
|
Neurotisisme
dan Extraversi-Introversi
Masalah lain
yang diselidiki Eysenck adalah interaksi antara kedua dimensi tadi dan apa pengaruhnya
terhadap persoalan-persoalan psikologis. Dia menemukan, misalnya, bahwa orang
yang mengalami gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah orang
introvert, sementara orang yang mengalami gangguan keseimbagan mental
(misalnya, paralisis histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia)
biasanya adalah orang ekstravert.
Dia
menjelaskan begini: orang neurotistik akut sangat peka terhadap hal-hal yang
menakutkan. Kalau orang ini introvert, mereka akan belajar menghindari situasi
yang menyebabkan kepanikan itu secepat mungkin, bahkan ada yang langsung panik
walaupun situasinya belum terlalu gawat –orang inilah yang mengidap fobia.
Sementara orang introvert lainnya akan mempelajari perilaku-perilaku yang dapat
menghilangkan kepanikan mereka, seperti memeriksa segala sesuatunya berulang
kali atau mencuci tangan berulang kali karena ingin memastikan tidak ada kuman
yang akan membuat mereka sakit.
Sebaliknya,
orang neurotistik yang ekstravert akan mengabaikan dan cepat melupakan hal-hal
yang menakutkan mereka. Mereka memakai mekanisme pertahanan klasik, seperti
penolakan dan represi. Mereka dengan mudah akan melupakan, misalnya akhir pekan
yang buruk.
3. Psikotisme
Orang yang
skor psikotisisme-nya tinggi memiliki trait agresif, dingin, egosentrik, tak
pribadi, impulsif, antisosial, tak empatik, keatif, keras hati. Sebaliknya
orang yang skor psikotisismenya rendah memiliki trait merawat/baik hati,
hangat, penuh perhaitan, akrab, tenang, sangat sosial,empatik, kooperatif, dan
sabar. Seperti pada ekstraversi dan neurotisisme, psikotisisme mempunyai unsur
genetik yang besar. Secara keseluruhan tiga dimensi kepribadian itu 75%
bersifat herediter, dan hanya 25% yang menjadi fungsi lingkungan. Seperti pada
neurotisisme, psikotisisme juga mengikuti model stres-diatesis
(diathesis-stress model). Orang yang variabel psikotismenya tinggi tidak harus
psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi untuk mengidap stress dan
mengembangkan gangguan psikotik. Pada masa orang hanya mengalami stress yang
rendah, skor P yang tinggi mungkin masih bisa berfungsi normal, tetapi ketika
mengalami stress yang berat, orang menjadi psikotik yang ketika stress yang
berat itu sudah lewat fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali.
Psikotisme,
dapat digabung bersama-sama dengan neurotisisme dan ekstraversi, menjadi bentuk
tiga dimensi. Tiga garis yang saling berpotongan ditengah-tengah dan saling
tegak lurus, menggambarkan hubungan antara ketiga dimensi itu. Setiap individu
dapat digambarkan dalam sebuah titik pada ruangan yang diantarai oleh tiga
garis dimensi itu.
Menurut
Eysenck dan Gudjonsson, ada korelasi negatif antara androgen (testoterone)
dengan CAL. Androgen dihasilkan oleh kelenjar adrenal kelamin laki-laki
(testis) dan kelenjal adrenal perempuan (ovarium). Semakin tinggi androgen
anak, semakin rendah CAL. Akibatnya muncul sifat-sifat maskulinitas, seperti
tingkahlaku agresi. Secara hipotesis, hormon androgen menjadi mediator hubungan
antara CAL yang rendah dengan kriminalitas.
Kecerdasan
Eysenck
sesungguhnya ingin memasukkan kecerdasan sebagai dimensi keempat dari
kepribadian. Seperti tiga dimensi yang lain, kecerdasan lebih banyak
dipengaruhi oleh keturunan. Namun penelitian disekitar kecerdasan masih belum
dapat mengelaborasi faktor kecerdasan itu dengan keseluruhan kepribadian
manusia. Banyak kontroversi tentang hubungan antara kecerdasan dengan ras, yang
belum terselesaikan.
PEMBENTUKAN
KEPRIBADIAN
Teori
kepribadian Eysenck menekankan peran herediter sebagai faktor penentu dalam
perolehan trait ekstraversi, neurotisisme, dan psikotisisme (juga kecerdasan).
Sebagian didasarkan pada bukti hubungan korelasional antara aspek-aspek
biologis, seperti CAL dan ANS dengan dimensi-dimensi kepribadian.
Eysenck juga
berpendapat, bahwa semua tingkahlaku yang tampak –tingkahlaku pada hirarki
kebiasaan dan respon spesifik- semuanya (termasuk tingkahlaku neurosis)
dipelajari dari lingkungan. Eysenck berpendapat inti fenomena neurotis adalah
reaksi takut yang dipelajari (terkondisikan). Hal itu terjadi manakala satu
atau dua stimulus netral diikuti dengan perasaan sakit/nyeri fisik maupun
psikologis. Kalau traumanya sangat keras, dan mengenai seseorang yang faktor
hereditasnya rentan menjadi neurosis, maka bisa jadi cukup satu peristiwa
traumatis untuk membuat orang itu mengembangkan reaksi kecemasan dengan
kekuatan yang besar dan sukar berubah (diathesis stress model).
Sekali
kondisioning ketakutan atau kecemasan terjadi, pemicunyaakan berkembang bukan
hanya terbatas kepada obyek atau peristiwa asli, tetapi ketakutan/kecemasan itu
juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan stimulus asli atau stimulus
yang dianggap berkaitan dengan stimulus asli. Setiap kali orang menghadapi
stimulus yang membuatnya merespon dalam bentuk usaha menghindar atau mengurangi
kecemasan, menurut Eysenck, orang itu menjadi terkondisi perasaan
takut/cemasnya dengan stimuli yang baru saja dihadapinya. Jadi kecenderungan
orang untuk merespon dengan tingkahlaku neurotik semakin meluas, sehingga orang
itu menjadi mereaksi dengan ketakutan stimuli yang hanya sedikit mirip atau
bahkan tidak mirip sama sekali dengan objek atau situasi menakutkan yang asli.
Menurut
Eysenck, stimulus baru begitu saja dapat diikatkan dengan stimulus asli,
sehingga orang mungkin mengembangkan cara merespon stimuli yang terjadi serta
merta akibat adanya stimulis itu, tanpa tujuan fungsional. Eysenck menolak
analisis psikodinamik yang memandang tingkahlaku neurotik dikembangkan untuk
tujuan mengurangi kecemasan. Menurutnya, tingkahlaku neurotik sering
dikembangkan tanpa alasan yang jelas, sering menjadi kontraproduktif, semakin
meningkatkan kecemasan dan bukannya menguranginya
Jika
tingkahlaku itu diperoleh dari belajar, logikanya tingkahlaku itu juga bisa
dihilangkan denagn belajar. Eysenck memilih model terapi tingkahlaku, atau metoda
menangani tekanan psikologis yang dipusatkan pada pengubahan tingkahlaku
salahsuai alih-alih mengembangkan pemahaman mendalam terhadap konflik di dalam
jiwa.
APLIKASI
METODA
PENELITIAN
Seperti
teori traits pada umumnya, teori Eysenck menawarkan variabel-variabel yang
mudah dikembangkan menjadi definisi operasional, sehingga memungkinkan
dilakukannya penelitian yang aplikatif. Nama Eysenck tidak berkibar di
lingkungan psikologi kepribadian karena karya tulisnya mencakup minat yang
luas, mulai dari pengukuran kepribadian, perilaku seksual, merokok dan kanker,
adiksi narkotik, hipnosis, kepribadian dan penyakit jantung, kepribadian dan
kanker, terapi tingkahlaku, kecerdasan, hipnosis, dan bahkan politik. Dia
termasuk 10 besar pakar psikologi dengan karya tulis terbanyak, yang semua
tulisannya berangkat dari perspektif biologik dan genetik.
Menjawab
kritik terhadap analisis faktor yang terlalu diskriptif, dan yang menentukan
faktor-faktor perolehan dari matrik korelasi sacara arbitrer (sewenang-wenang,
tergantung apa maunya peneliti), Eysenck mengembangkan metoda analisis
kriterion (criterion analysis). Pada metoda analisis faktor tradisional,
peneliti langsung saja menyusun seperangkat alat ukur yang meliput seluruh
ranah penelitian, dengan harapan analisis faktor nanti akan mengungkap latar
belakangnya. Analisis Kriterion dari Eysenck mengharuskan peneliti mulai dari
pengembangan hipotesis mengenai spesifikasi variabel latar belakang yang akan
diteliti, baru kemudian menyusun seperangkat alat ukur yang dirancang untuk
mengungkap faktor-faktor yang dihipotesakan itu. Responden yang diteliti
sekurang-kurangnya dua kelompok, yang diduga mempunyai perbedaan tingkat
kepemilikan variabel yang akan diukur. Kelompok dengan tingkat kepemilikan
variabel yang berbeda itu disebut kelompok kriterion, dan analisis faktor yang
melibatkan kelompok kriterion, disebut analisis kriterion.
Membandingkan skor
dua kelompok yang diduga mempunyai kualitas yang berbeda, dapat dipakai untuk
menganalisis sensitivitas item tes yang pada gilirannya akan menghasilkan
pengukuran trait secara valid dan reliabel.
ASESMEN
KEPRIBADIAN
Diantara
instrumen-instrumen yang pernah dikembangkannya, ada empat inventori yang
pengaruhnya luas, dalam arti dipakai oleh banyak pakar untuk melakukan
penelitian atau untuk memahami klien, maupun dalam arti menjadi ide untuk
mengembangkan tes yang senada.
- Maudley Personality Inventory (MPI), mengukur E dan N dan korelasi antara keduanya.
- Eysenck Personality Inventory (EPI), mengukur E dan N secara independen.
- Eysenck Personality Questionnair (EPQ), mengukur E, N, P, (merupakan revisi dari EPI, tetapi EPI yang hanya mengukur E dan N masih tetap dipublikasikan).
- Eysenck Personality Questionnair-Revised (EPQ-R) revisi dari EPQ.
EVALUASI
Teori Trait
faktor dari Eysenck (dan Cattell) merupakan contoh penelitian kepribadian yang
dengan pendekatan yang sangat empirik. Teori itu dikembangkan melalui
pengumpulan data dari responden yang jumlahnya sangat besar, mengkorelasikan
skor-skor yang diperoleh, dilakukan analisis faktor terhadap matriks
korelasinya, dan memakai simpulan faktornya sebagai aspek penting dalam
psikologi. Dengan kata lain, teori trait-faktor mendasarkan diri kepada
psikometrik alih-alih penilaian klinik. Beberapa pakar, pada dasarnya telah
menyadari dan meyakini adanya hubungan antara kepribadian dengan sistem
neurologis manusia. Namun baru Eysenck yang mencoba menunjukkan bentuk
hubungannya secara nyata dengan konsep CAL dan ANS. Ini menjadi awal dari
Psikobiologi dan Neurokimia yang menjadi topik psikologi kontemporer.
Kritik utama
terhadap Eysenck adalah teorinya terlalu sempit. Teori itu hanya membahas tiga
dimensi kepribadian dan hubungannya dengan biologi-syaraf, tanpa menyinggung
topik-topik yang menjadi pusat perhatian pakar psikologi pada umumnya, seperti
motivasi, drives, kemauan, dan impuls. Eysenck menyinggung perkembangan
kecemasan, tetapi tidak membahas perkembangan itu secara luas.
Penentuan
faktor yang arbitrer memunculkan usulan penggabungan faktor dan atau pemberian
nama baru yang lebih akurat. Namun usulan baru itu juga bersifat arbitrer,
sehingga praktis analisis faktorial yang dimulai dengan jargon keobjektifan dan
kecanggihan akan berakhir dengan kesimpulan yang penuh ketidakpastian. Misalnya
Jeffrey Gray yang mengusulkan dimensi kecemasan-impulsivita sebagai pengganti
dimensi ekstraversi dan neurotisme. Buss dan Plomin mengusulkan dimensi
ekstraversi dipecah menjadi dua, sosiabilitas dan impulsivitas.
Comments
Post a Comment