Teori Kepribadian Adler (Teori Psikologi Individu)
Alfred Adler sebagai Pendiri Psikologi Individual
Alfred
Adler dilahirkan di Wina pada tanggal 7 Februari 1870 sebagai anak
ketiga.Ayahnya adalah seorang pengusaha. Sewaktu kecil Adler merupakan anak yang sakit-sakitan. Ketika
berusia 5 tahun dia nyaris tewas akibat pneumonia. Pengalaman tidak
menyenangkan berkaitan dengan kesehatan inilah yang kemudian mendorong dirinya
untuk menjadi dokter. Adler lulus sebagai dokter dari Universitas Wina tahun
1895.
Adler
memulai karirnya sebagai seorang optalmologis, tetapi kemudian dirinya beralih
pada praktik umum di daerah kelas bawah di Wina, sebuah tempat percampuran
tempat bermain dan sirkus sehingga
banyak pasien-nya yang pekerjaannya sebagai pemain sirkus. Kekuatan dan
kelemahan para pemain sirkus inilah yang mengilhami dia mengembangkan kosep
tentang inferioritas dan kompensasi.
Dari
praktik umum kedokteran, Adler selanjutnya beralih pada psikiatri, dan pada
tahun 1907 dia bergabung dengan kelompok diskusi Freud.Kemampuan menonjol yang
ada pada Adler menghantar dirinya menjadi ketua Masyarakat Psikoanalisis Wina
(Vienesse Analitic Society) dan ko-editor dari terbitan organisasi ini.
Meskipun
Adler oleh Freud dipercaya untuk
memimpin organisasi psikoana-lisis bukan berarti Adler selalu sependapat dengan
Freud.Dia berani mengkritik pandangan-pandangan Freud. Perbedaan
pandangan-pandangan Adler dan Freud yang
tidak bisa mencapai titik temu kemudian ditindak lanjuti dengan perdebatan
antara pendukung kedua tokoh tersebut yang berakhir dengan keluarnya Adler
bersama 9 orang pendukungnya dari organisasi psikoanalisis. Mereka kemudia
mendirikan organisasi yang mereka beri nama The Society for Free Psychoanalysis
pada tahun 1911 dan tahun berikutnya organisasi ini namanya berubah menjadi The
Society for Individual Psychology (Boeree, 2005 : 149).
Alfred
Adler berpendapat bahwa manusia adalah mahluk individual yang dimotivasikan
oleh dorongan-dorongan social yang sudah dibawa sejak lahir.Adler menjadi
pelopor dalam psikologi perkembangan yang mengemukakan teori bahwa kesadaran
(consiusness) merupakan bagian yang penting dalam kepribadian
(personality).Teori Adler yang bertentangan dengan Freud, terletak pada kesadaran
individu yang berusaha memperbaiki kehidupannya dengan konsep bagaimana
memahami seseorang yang bekerja keras dapat menjadi sukses, sedangkan bagi
orang yang kurang bekerja keras dan tidak sukses merupakan tanggung jawab
mereka dalam membuat kesalahan memilih. Menurut Adler, manusia adalah mahluk
social utama. Kebutuhan pemuasan seksual manusia hanya merupakan salah satu
dari banyaknya kebutuhan dasar manusia, tergantung bagaimana manusia
mengaturnya, merencanakannya dan melakukannya dalam aktifitas hidup
sehari-hari. Konsep diri yang kreatif, mencari pengalaman-pengalaman yang akan
membantu pemenuhan gaya hidup pribadi yang unik.
Perasaan bersatu dengan orang lain ada sejak manusia
dilahirkan dan menjadi syarat utama kesehatan jiwanya. Berdasarkan paradigma
tersebut kemudian Adler mengembangkan teorinya yang secara ringkas disajikan
pada uraian berikut.
1. Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memilih nama Individual psychology dengan harapan
dapat menekankan keyakinannya bahwa setiap orang itu unik dan tidak dapat
dipecah (Alwisol, 2005: 90). Psikologi individual menekankan kesatuan
kepribadian. Menurut Adler setiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif,
sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas, dan setiap perilakunya menunjukkan
corak khas gaya kehidupannya yang bersifat individual, yang diarahkan pada
tujuan tertentu.
2. Kesadaran dan Ketidak Sadaran
Adler memandang unitas (kesatuan) kepribadian juga
terjadi antara kesadaran dan ketidak sadaran (Alwisol, 2005 : 92). Menurut
Adler, tingkah laku tidak sadar adalah bagian dari tujuan final yang belum
terformulasi dan belum terpahami secara jelas. Adler menolak pandangan bahwa
kesadaran dan ketidak sadaran adalah bagian yang bekerja sama dalam sistem yang
unify. Pikiran sadar, menurut Adler, adalah apa saja yang dipahami dan diterima
individu serta dapat membantu perjuangan mencapai keberhasilan., sedangkan apa
saja yang tidak membantu hal tersebut akan ditekan ke ketidak sadaran, apakah
pikiran itu disadari atau tidak tujuannya satu yaitu untuk menjadi super atau
mencapai keberhasilan. Jika Freud memakai gunung es sebagai ilustrasi yang
menggambarkan hubungan dan perbandingan antara alam sadar dan alam tak sadar,
Adler memakai ilustrasi mahkota pohon dan akar, keduanya berkembang ke arah
yang berbeda untuk mencapai kehidupan yang sama.
3. Dua Dorongan Pokok
Dalam diri setiap individu terdapat dua dorongan pokok,
yang mendorong serta melatar belakangi segala perilakunya, yaitu :
a. Dorongan kemasyarakatan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan
orang lain;
b. Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan
diri sendiri.
4. Konstelasi Keluarga
Konstelasi berpengaruh dalam pembentukan kepribadian.
Menurt Adler, kepribadian anak pertama, anak tengah, anak terakhir, dan anak
tunggal berbeda, karena perlakuan yang diterima dari orang tua dan
saudara-saudara berbeda.
5. Posisi Tidur dan Kepribadian
Hidup kejiwaan merupakan kesatuan antara aspek jiwa dan
raga dan tercermin dalam keadaan terjada maupun tidur. Dari observasi yang
telah dilakukan terhadap para pasiennya Adler menarik kesimpulan bahwa ada
hubungan posisi tidur seseorang dengan kepribadiannya (Masrun, 1977 : 43-44).
a. Tidur terlentang, menunjukkan yang bersangkutan memiliki sifat pemberani
dan bercita-cita tinggi.
b. Tidur bergulung (mlungker),
menunjukkan sifat penakut dan lemah dalam mengambil keputusan.
c. Tidur mengeliat tidak karuan, menunjukkan yang bersangkutan memiliki
sifat yang tidak teratur, ceroboh, dst.
d. Tidur dengan kaki di atas bantal, menunjukkan orang ini menyukai
petualangan.
e. Tidur dilakukan dengan mudah, berarti proses penyesuaian dirinya baik.
6. Kompleks Inferioritas dan Neurosis
Kompleks inferioritas adalah
perasaan yang berlebihan bahwa dirinya merupakan orang yang tidak mampu. Adler
menyatakan bahwa gejala tersebut paling sedikit disebabkan oleh tiga hal, yaitu
: a. Memiliki cacat jasmani, b. Dimanjakan, dan c. dididik dengan kekerasan (Masrun, 1977 46).
Tanda-tanda bahwa seorang anak mengidap kompleks
inferioritas adalah gagap dan buang air
kecil waktu tidur (ngompol). Menurut pandangan Adler, kompleks inferioritas
bukan persoalan kecil, melainkan sudah tergolong neurosis atau gangguan jiwa,
artinya masalah tersebut sama besarnya dengan masalah kehidupan itu sendiri.
Orang yang menunjukkan dirinya penakut, pemalu, merasa tidak aman, ragu-ragu,
dst. adalah orang yang mengidap kompels inferioritas (Alwisol, 2005 : 162).
7. Perkembangan Abnormal
Adler merupakan tokoh yang
menaruh perhatian pada perkembangan abnormal individu. Gagasan-gagasan Adler
(Alwisol, 2005: 99-100) tentang perkembangan abnormal adalah sebagai sebagai
berikut.
Minat sosial yang tidak berkembang menjadi faktor
yang melatar belakangi semua jenis salah suai atau maladjusment Di samping
minat sosial yang buruk, penderita neurosis cenderung membuat tujuan yang
terlalu tinggi, memakai gaya hidup yang kaku, dan hidup dalam dunianya sendiri.
Tiga ciri ini mengiringi minat sosial yang buruk. Pengidap neurosis memasang
tujuan yang tinggi sebagai kompensasi perasaan inferioritas yang berlebihan.
Adler menidentifikasi bahwa ada tiga faktor yang
membuat individu menjadi salah suai, yaitu cacat fisik yang parah, gaya hidup
yang manja, dan gaya hidup diabaikan.
a. Cacat fisik yang parah
Cacat fisik yang parah, apakah
dibawa sejak lahir atau akibat kecelakaan, dan penyakit, tidak cukup untuk
membuat salah suai. Bila cacat tersebut diikuti dengan perasaan inferior yang
berlebihan maka terjadilah gejala salah suai.
b. Gaya hidup manja
Gaya hidup manja menjadi sumber
utama penyebab sebagian neurosis. Anak yang dimanja mempunyai minat sosial yang
kecil dan tingkat aktivitas yang rendah. Ia menikmati pemanjaan dan berusaha
agar tetap dimanja, dan mengembangkan hubungan parasit dengan ibunya ke orang
lain. Ia berharap orang lain memperhatikan dirinya, melindunginya, dan
memuaskan semua keinginannya yang mementingkan diri sendiri. Gaya hidup manja
seseorang mudah dikenali dengan ciri-ciri : sangat mudah putus asa, selalu
ragu, sangat sensitif, tidak sabaran, dan emosional.
c. Gaya hidup diabaikan
Anak yang merasa tidak dicintai
dan tidak dikehendai, akan mengembangkan gaya hidup diabaikan. Diabaikan,
menurut Adler, merupakan konsep yang relatif, tidak ada orang yang merasa
mutlak diabaikan. Ciri-ciri anak yang diabaikan mempunyai banyak persamaan
dengan anak yang dimanjakan, tetapi pada umumnya anak yang diabaikan lebih
dicurigai dan berbahaya bagi orang lain.
8. Kecenderungan Pengamanan
Pandangan Adler tentang neurosis juga dikemukaan berkenaan dengan
kecenderungan pengamanan (Alwisol, 2005 : 101-102). Semua penderita neurosis
berusaha menciptakan pengamanan terhadap harga dirinya.
a. Perbedaan kecenderungan pengamanan dengan
mekanisme pertahanan diri
Konsep kecenderungan pengamanan dari Adler mirip
dengan konsep mekanisme pertahanan diri yang dikemukakan oleh Freud. Keduanya
merupakan gejala-gejala yang terbentuk sebagai proteksi terhadap self atau ego.
Namun ada beberapa perbedaan antara keduanya.
1) Mekanisme pertahanan melindungi ego dari kecemasan instinktif,
sedang kecenderungan pengamanan melindungi self dari tuntutan luar.
2) Mekanisme pertahanan ego merupakan gejala umum
yang dapat dialami oleh setiap individu, sedangkan kecenderungan pengamanan
merupakan salah satu gejala neurosis, walaupun mungkin saja setiap individu, normal
atau abnormal, memakai kecenderungan itu untuk mempertahankan harga diri.
3) Mekanisme pertahanan ego beroperasi pada
tingkat tak sadar, sedangkan kecenderungan pengamanan bekerja pada tingkat
sadar dan tidak sadar.
b. Bentuk-bentuk kecenderungan pengaman
Psikologi individual
menganalisis bahwa penderita neurosis takut tujuan menjadi personal yang
dikejarnya terungkap sebagai kesalahan dan selanjutnya diiuti dengan hilangnya
penghargaan dari masyarakat. Untuk mengkompensasi khayalan ini, individu membangunan
kecenderungan pengamanan, yang bentuknya dapat berupa sesalan, agresi, dan
menarik diri (Alwisol, 2005 : 102-103).
1) Sesalan
Sesalan „ya, tetapi“ (yes, but), dipakai untuk
mengurangi bahaya harga diri yang jatuh karena melakukan hal yang berbeda dengan
orang lain. Sesalan „sesungguhnya, kalau“ (if, only) dipakai untuk melingdungi
perasaan lemah dari harga diri, dan menipu orang lain untuk percaya bahwa
mereka sesungguhnya lebih superior dari kenyataan yang ada sekarang.
2) Agresi
Penderita neurosis memakai
agresi untuk pengamanan kompleks superior yang berlebihan, melindungi harga
diri yang rentan. Adler membedakan agresi menjadi tiga macam, yaitu
depreciation, accusation, dan self-accusation.
a) Depreciation (merendahkan), adalah
kecenderungan meni-lai rendah prestasi orang lain dan menilai tinggi prestasi
diri sendiri.
b) Accusation (menuduh), adalah kecenderungan
menya-lahkan orang lain atas kegagalan yang dilakukannya sendiri, dan
kecenderungan untuk mencari pembalasan dendam, sehing-ga mengamankan kelemahan
harga dirinya.
c) Self-accusation (menuduh diri sendiri), ditandai dengan usaha untuk menyiksa diri
sendiri dan perasaan berdosa.
3) Menarik diri (withdrawl)
Witdrawl adalah kecenderungan
untuk malarikan diri dari kesulitan berupa tindakan manarik diri dari aktivitas
dan ling-kungan sosial. Ada 4 jenis witdrawl, yaitu : moving backward,
satnding-still, hesitating, dan constructing obstacle.
a) Moving backward (mundur), adalah gejala yang mirip dengan regresi yang
dikemukakan Freud, yaitu kembali ketahap perkembangan sebelumnya.
b) Standing-still (diam di tempat), mirip dengan
konsep Freud, fiksasi. Untuk menghindari
kecemasan akibat kegagalan, individu mengambil keputusan tidak melakukan
tindakn tertentu.
c) Hesitating (ragu-ragu), berhubungan erat
dengan diam ditempat. Ada orang yang bimbang ketika menghadapi masalah yang
dianggap sulit. Mengulur waktu dijadikan cara untuk mengatasi masalah yang
dihadapi.
d) Constructing obstacle (membangun penghalang),
meru-pakan bentuk menarik diri yang pang ringan, mirip dengan sesalan ”if,
only”. Dalam menghadapi p[ersolana individu menciptakan khayalan tentang suatu
penghalang dan keberhasilan dalam mengatasi persolan tersebut.
Struktur
Kepribadian Teori Adler, yaitu :
1.
Prinsip
Rasa Rendah Diri (Inferiority Principle)
2.
Tujuan
yang semu (Fictional Goals)
3.
Prinsip
Superior (Superiority Principle)
4.
Minat
Sosial (Social Interest)
5.
Gaya
hidup (Style of life)
6.
Aku
yang kreatif (Creative self)
7.
Prinsip
Diri yang Sadar (Conscious Self Principle)
1.
Prinsip
Rasa Rendah Diri (Inferiority Principle)
Adler meyakini
bahwa manusia dilahirkan
disertai dengan perasaan
rendah diri. Seketika individu menyadari eksistensinya, ia merasa
rendah diri akan perannya dalam
lingkungan. Individu melihat
bahwa banyak mahluk
lain yang memiliki kemampuan meraih sesuatu yang tidak
dapat dilakukannya. Perasaan rendah diri ini mencul ketika
individu ingin menyaingi
kekuatan dan kemampuan
orang lain. Misalnya, anak merasa
diri kurang jika dibandingkan dengan orang dewasa. Karena itu ia terdorong
untuk mencapai taraf perkembangan yang lebih tinggi.
Jika
telah mencapai taraf perkembangan tertentu, maka timbul lagi rasa kurang untuk
mencapai taraf berikutnya.
Demikian seterusnya, sehingga
individu dengan rasa rendah dirinya ini tampak dinamis
mencapai kesempurnaan dirinya.
Berkenaan
dengan perasaan rendah diri dalam kondisi organik, Adler menciptakan istilah
masculine protest, yakni istilah yang dimaksud untuk menerangkan perasaan
rendah diri atau
inferior ini dihubungkan
dengan kelemahan (weakness)
dan kewanita-wanitaan (femininity).
Istilah ini merupakan suatu dinamika kepribadian manusia yang utama,
karena hal ini
merupakan usaha individu
dalam mencapai kondisi yang kuat dalam
mengkompensasikan perasaan rendah dirinya.
2.
Prinsip
Tujuan Semu (Fictional Goals Principle)
Meskipun
Adler mangakui bahwa masa lalu adalah penting, namun ia mengganggap bahwa
yang terpenting adalah masa depan. Yang
terpenting bukan apa yang telah individu lakukan, melainkan apa yang akan
individu lakukan dengan diri kreatifnya itu pada saat tertentu. Dikatakannya,
tujuan akhir manusia akan dapat menerangkan perilaku manusia
itu sendiri. Misalkan,
seorang mahasiswa yang
akan masuk perguruan tinggi
bukanlah didukung oleh prestasinya
ketika di Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah, melainkan tujuannya mencapai
gelar tersebut. usaha mengikuti setiap
tingkat pendidikan adalah
bentuk tujuan semunya, sebab kedua hal tidak menunjukkan
sesuatu yang nyata, melainkan hanya perangkat semu yang menyajikan tujuan yang
lebih besar dari tujuan-tujuan yang lebih jauh pada masa yang akan datang.
Dengan
kata lain, tujuan yang dirumuskan individu adalah semua karena dibuat amat
ideal untuk diperjuangkan sehingga mungkin saja tidak dapat direalisasikan.
Tujuan fiksional atau semu
ini tak dapat
dipisahkan dari gaya
hidup dan diri
kreatif. Manusia bergerak ke arah superioritas melalui gaya hidup dan
diri kreatifnya yang berawal dari perasaan rendah diri dan selalu ditarik oleh
tujuan semu tadi.
Tujuan semu
yang dimaksud oleh
Adler ialah pelaksanaan
kekuatan-kekuatan tingkah laku manusia. Melalui diri keratifnya manusia
dapat membuat tujuan semu dari kemampuan yang nyata ada dan pengalaman
pribadinya. Kepribadian manusia sepenuhnya sadar akan tujuan semu dan selanjutnya menafsirkan apa yang terjadi
sehari-hari dalam hidupnya dalam kaitannya dengan tujuan semu tersebut.
3.
Prinsip
Superior (Superiority Principle)
Memandang prinsip
superior terpisah dari
prinsip inferior sesungguhnya
keliru. Justru kedua prinsip
ini terjalin erat
dan bersifat komplementer.
Namun karena sebagai prinsip,
kedua istilah ini
berbeda, maka pembahasannya pun
dibedakan, kendati dalam operasionalnya tak dapat dipisahkan.
Sebagai
reaksi atas penekanan aspek seksualitas sebagai motivator utama perilaku
menurut Freud, Adler beranggapan bahwa manusia adalah mahluk agresif dan harus
selalu agresif bila ingin survive. Namun kemudian dorongan agresif ini
berkembang menjadi dorongan untuk mencari kekuatan baik secara fisik maupun
simbolik agar dapat survive. Demikian
banyak pasien Adler
yang dipandang kurang
memiliki kualitas agresif dan
dinyatakan sebagai manusia
tak berdaya. Karenanya,
yang diinginkan manusia adalah kekuatan (power). Dari sini konsepnya
berkembang lagi, bahwa manusia mengharapkan
untuk bisa mencapai
kesempurnaan (superior). Dorongan
superior ini sangat bersifat universal dan tak mengenal batas waktu.
Bagi
Adler tak ada pemisahan antara drive dan need seperti yang diungkapkan oleh
Murray. Bagi Adler hanya ada satu dorongan, yakni dorongan untuk superior
sebagai usaha untuk meninggalkan perasaan rendah diri. Namun perlu dicatat
bahwa superior disini bukanlah kekuatan
melebihi orang lain,
melainkan usaha untuk
mencapai keadaan superior dalam diri dan tidak selalu harus berkompetisi
dengan orang lain. Superioritas yang dimaksud adalah superior atas diri sendiri. Jadi daya penggerak yang utama
dalam hidup manusia
adalah dinamika yang
mengungkapkan sebab individu
berperilaku, yakni dorongan untuk mencapai superior atau kesempurnaan.
4.
Prinsip
Minat Sosial (Social Interest Principle)
Setelah
melampaui proses evolusi tentang dorongan utama perilaku individu, Adler
menyatakan pula bahwa manusia memiliki minat sosial. Bahwa manusia dilahirkan
dikaruniai minat sosial
yang bersifat universal.
Kebutuhan ini terwujud
dalam komunikasi dengan orang lain,
yang pada masa bayi mulai
berkembang melalui komunikasi anak dengan orang tua.
Proses sosialisasi
membutuhkan waktu banyak
dan usaha yang
berkelanjutan. Dimulai pada lingkungan keluarga, kemudian pada usia 4-5
tahun dilanjutkan pada lingkungan
pendidikan dasar dimana
anak mulai mengidentifikasi kelompok sosialnya. Individu diarahkan
untuk memelihara dan memperkuat perasaan
minat sosialnya ini dan meningkatkan kepedulian pada orang lain. Melalui
empati, individu dapat belajar apa yang dirasakan orang lain sebagai kelemahannya dan mencoba memberi bantuan
kepadanya. Individu juga
belajar untuk melatih
munculnya perasaan superior sehingga jika saatnya tiba, ia dapat
mengendalikannya. Proses- proses ini
akan dapat memperkaya perasaan superior dan memperkuat minat sosial yang mulai
dikembangkannya.
Dikarenakan
manusia tidak sepenuhnya dapat mencapai superioritas, individu tetap
memiliki perasaan ketidakmampuan. Namun
individupun yakin bahwa masyarakat yang kuat dan sempurna akan dapat membantunya mencapai
pemenuhan perasaan superior. Gaya hidup dan diri kreatif melebur dalam prinsip
minat sosial yang pada akhirnya terwujud tingkah laku yang ditampilkan secara
keseluruhan.
5.
Gaya
Hidup
Gaya
hidup adalah suatu prinsip sistem, dengan mana kepribadian individu berfungsi;
keseluruhanlah yang memerintah bagian-bagiannya.Gaya hidup merupakan
prinsip idiografikAdler yang utama yang menjelaskan keunikan individu.
Gaya hidup terbentuk sangat dini pada masa kanak-kanak, pada usia empat atau
lima tahun.
Gaya
hidup sebagian besar ditentukan oleh inferoritas-inferoritas khusus,
baik itu khayalan atau sesuatu yang nyata. Misalnya gaya hidup Napolen yang
bersifat “serba menaklukan”. Itu bersumber pada tubuhnya yang sangat kecil.Kemudian
nafsu “serakah” Hitler untuk menaklukan dunia, bersumber pada impotensi
seksualnya.
6.
Diri
Kreatif
Konsep ini
merupakan puncak prestasi Adler sebagai teorikus kepribadian. Ketika ia
menemukan daya kreatif pada diri, maka konsep yang lain ia tempatkan di bawah
konsep ini. Diri kreatif bersifat padu, konsisten, berdaulat dalam struktur
kepribadian.
Kepribadian
merupakan jembatan stimlus-stimulus yang menerpa seseorang dan respon-respon
yang diberikan orang yang bersangkutan terhadap stimulus itu. Pada
hakikatnya doktrin tentang kreatif itu menyatakan bahwa manusia membentuk
kepribadiannya sendiri.Manusia membangun kepribadiannya dari bahan mentah
hereditas dan pengalaman.
7.
Prinsip
Diri yang Sadar (Conscious Self Principle)
Kesadaran
menurut Adler, adalah inti kepribadian individu. Meskipun tidak secara
eksplisit Adler mengatakan bahwa ia yakin akan kesadaran, namun secara
eksplisit terkandung dalam setiap karyanya. Adler merasa bahwa manusia
menyadari segala hal yang dilakukannya setiap hari, dan ia dapat menilainya
sendiri.
Meskipun kadang-kadang individu tak dapat hadir
pada peristiwa tertentu yang berhubungan
dengan pengalaman masa
lalu, tidak berarti
Adler mengabaikan
kekuatan-kekuatan yang tersembunyi yang ditekannya.
Manusia dengan
tipe otak yang
dimilikinya dapat menampilkan
banyak proses mental dalam
satu waktu. Hal-hal yang tidak tertangkap oleh kesadarannya pada suatu
saat tertentu tak akan diperhatikan dan
diingat oleh individu. Ingatan adalah fungsi jiwa, yang seperti proses lainnya,
tidak bekerja secara efisien. Keadaan tidak efisien ini adalah akibat kondisi
yang tidak sempurna pada organ tubuh, khususnya otak.
Adler tidak
menerima konsep ambang sadar dan alam tak sadar (preconsious dan
uncounsious) Freud. Hal ini dianggap
sebagai mistik.Ia merasa bahwa manusia
sangat sadar
benar dengan apa yang dilakukannya, apa yang dicapainya, dan ia dapat
merencanakan dan mengarahkan
perilaku ke arah
tujuan yang dipilihnya
secara sadar.
Pengalaman masa
kanak-kanak
Adler
menyebutkan tiga faktor yang mempengaruhi gaya hidup yang salah yaitu: (1)
Anak-anak yang memilki inferoritas; (2)anak-anak yang dimanjakan; (3)anak-anak
yang terabaikan.
Anak
yang memilki inferoritas sering kali dianggap gagal. Akan tetapi,
jika mereka memiliki orang tua yang memahami dan mendorong mereka bisa
melakukan kompensasi terhadapinferoritasnya, maka mereka akan mampu mengubah
kelemahannya menjadi kekuatan.
Anak-anak yang
dimanjakan tidak mengembangkan perasaan sosial; mereka menjadi orang yang
selalu mengharapkan masyarakat bisa menyesuaikan diri dengan dirinya.Adler
menganggap bahwa mereka sebagai kelompok masyarakat yang berbahagia.
Kemudian, anak
yang diabaikan akan membawa akibat yang tidak menguntungkan. Anak yang
diperlakukan buruk pada masa kanak-kanak akan menjadi musuh apabila mereka
sudah dewasa. Gaya hidup mereka dikuasai oleh kebutuhan untuk balas dendam.
APLIKASI
Keadaan Keluarga
Dengan
berfokus pada struktur social dan observasi yang tajam (baik terhadap masa
kecilnya sendiri maupun masa kecil orang lain), Adler menjadi yakin akan pentingnya urutan
kelahiran dalam menentukan karakteristik kepribadian. Dalam terapi Adler
hampir selalu menanyai kliennya mengenai keadaan keluarga, yakni; urutan
kelahiran, jenis kelamin dan usia saudara-saudara sekandung.
Ciri
Kepribadian Menurut Urutan Kelahiran
Anak Sulung
|
Anak Kedua
|
Anak Bungsu
|
Anak Tunggal
|
Situasi Dasar
|
|
|
|
Menerima perhatian tidak terpecah dari orang tua.
Turun tahta akibat kelahiran adik, dan harus berbagi
perhatian
|
Memiliki model atau perintis, yakni kakaknya.
Harus berbagi perhatian sejak awal
|
Memiliki banyak model, menerima banyak perhatian,
walaupun berbagi, tidak berybah sejak awal.
Sering dimanja
|
Menerima perhatian tidak terpecah dari orang tua
Cenderung cukup dengan orang tuanya
Sering dimanja
|
Dampak Positif
|
|
|
|
Bertanggung
jawab, melindungi dan memperhatikan orang lain.
Organisator yang
baik
|
Motivasi tinggi.
Memiliki interes
social.
Lebih mudah
menyesuaikan diri dibandingkan kakaknya.
Kompetisi yang
sehat.
|
Sering
mengungguli semua saudaranya.
Ambisius yang
realistic.
|
Masak social
|
Dampak Negatif
|
|
|
|
Merasa tidak
aman, takut tiba-tiba kehilangan nasib baik.
Pemarah,
pesimistik, konservatif, perhatian pada aturan dan hukum.
Berjuang untuk
diterima.
Tidak
kooperatif,m senang mengkritik
|
Pemberontak dan
pengiri permanan, Cenderung berusaha mengalahkan orang lain ,
Kompetitif
berlebihan
Mudah kecil hati,
Sukar berperan
sebagai pengikut,
|
Merasa inferior
dengan siapa saja,
Tergantung
keepada orang lain,
Ambisi yang tidak
realistic
Gaya hidup manja
|
Ingin menjadfi
pusat perhatian,
Takut bersaing
dengan orang lain,
Merasa dirinya
benar dan setiap tantangan harus disalahkan,
Perasaan kejasama
rendah,
Gaya hidup manja
|
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
2009.
Boeree, C. George.
Personality Theories: Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. Terj. Inyiak Ridwan Muzir.
Jakarta: PRISMASOPHI, 2010.
Cervone, Daniel
dkk.. Kepribadian: Teori dan Penelitian. Terj. Aliya Tusyani dkk., .Jakarta:
Salemba Humanika, 2011.
Feist, Jess dan
Feist, Gregory J.. Teori Kepribadian. Terj. Handriatno. Jakarta: Salemba
Humanika, 2010.
Friedman, Howard S.
dkk.. Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern. Terj. Fransiska Dian Ikarini
dkk.. Jakarta: Erlangga, 2006.
Suryabrata, Sumadi.
Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1983.
Boeree, C.G. (2005)
Sejarah Psikologi : Dari Masa Kelahiran Sampai Masa Modern (Alih Bahasa : Abdul
Qodir Shaleh). Yogyakarta : Primasophie.
Comments
Post a Comment