Pengertian coping dan Jenis – jenis coping (koping) stres



  Ø  Definisi Coping :
Strategi coping merupakan suatu upaya indivdu untuk menanggulangi situasi stres yang menekan akibat masalah yang dihadapinya dengan cara melakukan perubahan kogntif maupun prilaku guna memperoleh rasa aman dalam dirinya sendiri.
Coping yang efektif umtuk dilaksanakan  adalah coping yang membantu seseorang untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (lazarus dan folkman).

  Ø  Jenis – jenis koping stres :
a. Koping psikologis
Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress psikologis tergantung pada dua factor yaitu:
1 . Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor, artinya seberapa berat ancaman yang dirasakan oleh individu tersebut terhadap stressor yang diterimanya.

2. Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu; artinya dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.

b. Koping psiko-sosial
Yang biasa dilakukan individu dalam koping psiko-sosial adalah, menyerang, menarik diri dan kompromi.

1.            Perilaku menyerang
Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahan integritas pribadinya. Prilaku yang ditampilkan dapat merupakan tindakan konstruktif maupun destruktif. Destruktif yaitu tindakan agresif (menyerang) terhadap sasaran atau objek dapat berupa benda, barang atau orang atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Sedangkan sikap bermusuhan yang ditampilkan adalah berupa rasa benci, dendam dan marah yang memanjang. Sedangkan tindakan konstruktif adalah upaya individu dalam menyelesaikan masalah secara asertif. Yaitu mengungkapkan dengan kata-kata terhadap rasa ketidak senangannya.

2.      Perilaku menarik diri
Menarik diri adalah prilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara sadar meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor misalnya ; individu melarikan diri dari sumber stress, menjauhi sumber beracun, polusi, dan sumber infeksi. Sedangkan reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis, pendam dan munculnya perasaan tidak berminat yang menetap pada individu.

3.      Kompromi
Kompromi adalah merupakan tindakan konstruktif yang dilakukan oleh individu untuk menyelesaikan masalah, lazimnya kompromi dilakukan dengan cara bermusyawarah atau negosiasi untuk menyelesaikan masalah yang sedang sihadapi, secara umum kompromi dapat mengurangi ketegangan dan masalah dapat diselesaikan.

Kaitan antara koping dengan mekanisme pertahanan diri (defense mechanism), ada ahli yang melihat defense mechanism sebagai salah satu jenis koping (Lazarus, 1976). Ahli lain melihat antara koping dan mekanisme pertahanan diri sebagai dua hal yang berbeda. (Harber dan Runyon, 1984).

·         Lazarus membagi koping menjadi dua jenis yaitu:
1.    Tindakan langsung (direct Action)
Koping jenis ini adalah setiap usaha tingkah laku yang dijalankan ole individu untuk mengatasi kesakitan atau luka, ancaman atau tantangan dengan cara mengubah hubungan hubunngan yang bermasalah dengan lingkungan. Individu menjalankan koping jenis direct action atau tindakan langsung bila dia melakukan perubahan posisi terhadap masalah yang dialami.

Ada 4 macam koping jenis tindakan langsung :
a.      Mempersiapkan diri untuk menghadapi luka
Individu melakukan langkah aktif dan antisipatif (bereaksi) untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya dengan cara menempatkan diri secara langsung pada keadaan yang mengancam dan melakukan aksi yang sesuai dengan bahaya tersebut. Misalnya, dalam rangka menghadapi ujian, Tono lalu mempersiapkan diri dengan mulai belajar sedikit demi sedikit tiap-tiap mata kuliah yang diambilnya, sebulan sebelum ujian dimulai. Ini dia lakukan supaya prestasinya baik disbanding dengan semester sebelumnya, karena dia hanya mempersiapkan diri menjelang ujian saja. Contoh dari koping jenis ini lainnya adalah imunisasi. Imunisasi merupakan tindakan yang dilakukan oleh orang tua supaya anak mereka menjadi lebih kebal terhadap kemungkinan mengalami penyakit tertentu.

b.      Agresi
Agresi adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dengan menyerang agen yang dinilai mengancam atau akan melukai. Agresi dilakukan bila individu merasa atau menilai dirinya lebih kuat atau berkuasa terhadap agen yang mengancam tersebut. Misalnya, tindakan penggusuran yang dilakuakan oleh pemerintah Jakarta terhadap penduduk yang berada dipemukiman kumuh. Tindakan tersebut bias dilakukan karena pemerintah memilki kekuasaan yang lebih besar disbanding dengan penduduk setempat yang digusur.

Agresi juga sering dikatakan sebagai kemarahan yang meluap-luap, dan orang yang melalakukan serangan secara kasar, dengan jalan yang tidak wajar. Karena orang selalu gagal dalam usahanya, reaksinya sangat primitive, berupa kemarahan dan luapan emosi kemarahan dan luapan emosi kemarahan yang meledak-meledak. Kadang-kadang disertai prilaku kegilaan, tindak sadis, dan usaha membunuh orang.

Agresi ialah seseperti reaksi terhadap frustasi, berupa seranngan, tingkah laku bermusuhan terhadap orang atau benda.

Kemarahan-kemarahan semacam ini pasti menggangu frustasi intelegensi, sehingga harga diri orang yang bersangkutan jadi merosot disebabkan oleh tingkah lakunya yang agresif berlebih-lebihan tadi. Seperti tingkah laku yang suka mentolerir orang lain, berlaku sewenang-wenang dan sadis terhadap pihak-pihak yang lemah, dan lain-lain.

c.       Penghindaran (Avoidance)
Tindakan ini terjadi bila agen yang mengancam dinilai lebih berkuasa dan berbahaya sehingga individu memilih cara menghindari atau melarikan diri dari situasi yang mengancam. Misalnya, penduduk yang melarikan diri dari rumah-rumah mereka karena takut akan menjadi korban pada daerah-daerah konflik seperti aceh.

d.      Apati
Jenis koping ini merupakan pola orang yang putus asa. Apati dilakukan dengan cara individu yang bersangkutan tidak bergerak dan menerima begitu saja agen yang melukai dan tidak ada usaha apa-apa untuk melawan ataupun melarikan diri dari situasi yang mengancam tersebut. Misalnya, pada kerusuhan Mei. Orang-orang Cina yang menjadi korban umumnya tutup mulut, tidak melawan dan berlaku pasrah terhadap kejadian biadab yang menimpa mereka. Pola apati terjadi bila tindakan baik tindakan mempersiapkan diri menghadapi luka, agresi maupun advoidance sudah tidak memungkinkan lagi dan situasinya terjadi berulang-ulang. Dalam kasus diatas, orang-orang cina sering kali dan berulangkali menjadi korban ketika terjadi kerusuhan sehingga menimbilkan reaksi apati dikalangan mereka.

2.    Peredaan atau peringatan (palliation)
Jenis koping ini mengacu pada mengurangi, menghilangkan dan menoleransi tekanan-tekanan ketubuhan atau fisik, motorik atau gambaran afeksi dan tekanan emosi yang dibangkitkan oleh lingkungan yang bermasalah. Atau bisa diartikan bahwa bila individu menggunakan koping jenis ini, posisinya dengan masalah relatif tidak berubah, yang berubah adalah diri individu, yaitu dengan cara merubah persepsi atau reaksi emosinya.

·         Ada 2 jenis koping peredaan atau palliation:
a.      Diarahkan pada gejala (Symptom Directid Modes)
Macam koping ini digunakan bila gangguan muncul dari diri individu, kemudian individu melakukan tindakan dengan cara mengurangi gangguan yang berhubungan dengan emosi-emosi yang disebabkan oleh tekanan atau ancaman tersebut. Penggunaan obat-obatan terlarang, narkotika, merokok, alcohol merupakan bentuk koping dengan cara diarahkan pada gejala. Namun tidak selamanya cara ini bersifat negative. Melakukan relaksasi, meditasi atau berdoa untuk mengatasi ketegangan juga tergolong kedalam symptom directed modes tetapt bersifat positif.

b.      Cara intra psikis
Koping jenis peredaan dengan cara intrapsikis adalah cara-cara yang menggunakan perlengkapan-perlengkapan psikologis kita, yang biasa dikenal dengan istilah Defense Mechanism (mekanisme pertahanan diri).

Disebut sebagai defence mechanism atau mekanisme pembelaan diri, karena individu yang bersangkutan selalu mencoba mengelak dan membela diri dari kelemahan atau kekerdilan sendiri dan mencoba mempertahankan harga dirinya: yaitu dengan jalan mengemukakan bermacam-macam dalih atau alasan.

  Ø  Jenis-Jenis Coping yang Konstruktif dan Positif
            a.       Coping yang konstruktif

1) Escape
Usaha untuk menghilangkan stress dengan melarikan diri dari masalah dan beralih pada hal-hal yang tidak baik, seperti merokok, narkoba, dll.

2) Accepteance
Karena tidak ada lagi yang dapat memecahkan masalah, maka lebih memilih pasrah dan menerimanya.

3)  Avoidance
Individu berusaha menyanggah dan mengingkari serta melupakan masalah-masalah yang ada pada dirinya.

4)  Avoidant coping
Strategi yang dilakukan individu untuk menjauhkan diri dari sumber stress dengan cara melakukan suatu aktivitas atau menarik diri dari suatu kegiatan atau situasi yang berpotensi menimbulkan stress.

b.     Coping yang positif

1)  Active coping
Strategi yang dirancang untuk mengubah cara pandang individu terhadap sumber stress.

 2) Problem solving focused coping
Individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk mehilangkan kondisi atau situasi yang menimbulkan stress.

3) Distancing
Usaha untuk menghindari permasalahan dan menutupinya dengan pandangan yang positif dan menganggap remeh suatu masalah.

4) Planful problem solving
Individu membentuk suatu strategi dan perencanaan menghilangkan dan mengatasi stress dengan melibatkan tindakan yang teliti, hati-hati, bertahap, dan analitis.

5) Positive reappraisal
Usaha untuk mencari makna positif dari permasalahan dengan pengembangan diri dan melibatkan hal-hal religi.

6) Self control
Suatu bentuk dalam penyelesaian masalah dengan cara menahan diri, mengatur perasaan, tidak tergesa-gesa dan hati hati dalam mengambil tindakan.

7) Emotion focused coping
Melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam penyesuaian diri dengan dampak yang ditimbulkan oleh kondisi yang penuh tekanan.

8) Seeking social support
Suatu cara yang dilakukan individu dalam menghadapi maslah dengan cara mencari dukungan sosial pada keluarga atau lingkungan sekitar, berupa simpati atau perhatian.

9) Positive reinterpretation
respon dari individu dengan cara merubah dan mengembangkan dalam kepribadiannya atau mencoba mengambil pandangan positif dari sebuah masalah.
   
Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres memiliki memiliki tiga bentuk yaitu:
1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres atau disebut juga dengan stressor.
2. Respon, yaitu stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: jantung berdebar, gemetar, pusing, serta respon psikologis seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung.
3. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Rice (2002) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000) mengemukakan bahwa stres mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi stres ini sebagai respon stres.
Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa stress merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stress terjadi karena antara keinginan dan harapan tidak sesuai. Stressor atau penyebab stress sendiri bisa terjadi karena 3 faktor yaitu:
  1. faktor eksternal atau lingkungan
  2. faktor internal (psikologis)
  3. faktor biologis
Jika stress pada individu tidak tertangani maka bukan tidak mungkin stress tersebut akan membuat orang menjadi frustasi. Tingkatan stress pada individu satu sama lain pasti berbeda, individual differences tersebut yaitu adanya faktor jenis kelamin, usia, tingkah laku, intelegensi, afeksi, budaya, dll. Karena stress adalah hal yang alamiah maka bukanlah ketakutan berlebihan yang harus terjadi ketika stress datang. Malah kita harus menjadikan stress sebagai tantangan untuk kita agar kita bisa mengelola stress itu dengan baik karena jika stress bisa dikelola dengan baik, stress tersebut akan bisa menjadi bermanfaat untuk kehidupan kita. Cara mengatasi stress biasa disebut dengan Coping Stress. Apa saja sih yang termasuk dalam jenis-jenis coping stress?
Individu dari semua umur mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan ketidaknyaman, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stres. Hal-hal yang dilakukan bagian dari coping (dalam Jusung, 2006).
Sarafino (2006) menambahkan bahwa coping adalah proses dimana individu melakukan usaha untuk mengatur (management) situasi yang dipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan (resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres. Menurut Sarafino (2006) usaha coping sangat bervariasi dan tidak selalu dapat membawa pada solusi dari suatu masalah yang menimbulkan situasi stres. Individu melakukan proses coping terhadap stres melalui proses transaksi dengan lingkungan, secara perilaku dan kognitif.
Menurut Lazarus dan Folkman,  ada 2 jenis strategi coping stres, yaitu :
  1. Emotional-Focused Coping
Coping ini bertujuan untuk melakukan kontrol terhadap respon emosional terhadap situasi penyebab stres, baik dalam pendekatan secara behavioral maupun kognitif. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Emotional-Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stresor yang ada tidak dapat diubah atau diatasi. Berikut adalah aspek-aspeknya:
  1. Self Control, merupakan suatu bentukdalam penyelesaian masalah dengan cara mengendalikan dri, menahan diri, mengatur perasaan, maksudnya selalu teliti dan tidak tergesa dalam mengambil tindakan.
  2. Seeking Social Support (For Emotional Reason), adalah suatu cara yang dilakukan individu dalam menghadap masalahnya dengan cara mencari dukungan sosial pada keluarga atau lingkungan sekitar, bisa berupa simpati dan perhatian.
  3. Positive Reinterpretation, respon dari suatu individu  dengan cara merubah dan mengembangkan dalam kepribadiannya, atau mencoba mengambil pandangan positif dari sebuah masalah (hikmah),
  4. Acceptance, berserah diri, individu menerima apa yang terjadi padanya atau pasrah, karena dia sudah beranggapan tiada hal yang bisa dilakukannya lagi untuk memecahkan masalahnya.
  5. Denial (avoidance), pengingkaran, suatu cara individu dengan berusaha menyanggah dan mengingkari dan melupakan masalah-masalah yang ada pada dirinya
2. Problem-Focused Coping,
Coping ini bertujuan untuk mengurangi dampak dari situasi stres atau memperbesar sumber daya dan usaha untuk menghadapi stres. Lazarus dan Folkman (1986) mengemukakan bahwa individu cenderung menggunakan Problem Focused Coping ketika individu memiliki persepsi bahwa stressor yang ada dapat diubah. Aspek-aspek yang digunakan individu, yaitu :
  1. Distancing , ini adalah suatu bentuk coping yang sering kita temui, yaitu usaha untuk menghindar dari permasalahan dan menutupinya dengan pandangan yang positf, dan seperti menganggap remeh/lelucon suatu masalah .
  2. Planful Problem Solving, atau perencanaan, individu membentuk suatu strategi dan perencanaan menghilangkan dan mengatasi stress, dengan melibatkan tindakan yang teliti, berhati-hati, bertahap dan analitis.
  3. Positive Reapraisal, yaitu usah untuk mencar makna positif dari permasalahan dengan pengembangan diri, dan stategi ini terkadang melibatkan hal-hal religi.
  4. Self Control, merupakan suatu bentukdalam penyelesaian masalah dengan cara menahan diri, mengatur perasaan, maksudnya selalu teliti dan tidak tergesa dalam mengambil tindakan.
  5. Escape, usaha untuk menghilangkan stress dengan melarikan diri dari masalah, dan beralih pada hal-hal lain, seperti merokok, narkoba, makan banyak dll.
Teori Kepribadian Sehat menurut Allport dan Carl Rogers
1. Allport
Menurut Allport, individu-individu yang sehat dikatakan mempunyai fungsi yang baik pada tingkat rasional dan sadar. Menyadari sepenuhnya kekuatan-kekuatan yang membimbing mereka dan dapat mengontrol kekuatan-kekuatan itu juga. Kepribadian yang matang tidak dikontrol oleh trauma-trauma dan konflik-konflik masa kanak-kanak. Dimana orang-orang yang neurotis terikat dan terjalin erat pada pengalaman-pengalamanmasa kanak-kanak, berbeda dengan orang-orang yang sehat yang bebas dari paksaan-paksaan masa lampau. Pandangan orang sehat adalah ke depan, kepada peristiwa-peristiwa kontemporer dan peristiwa-peristiwa yang akan datang, dan tidak mundur kembali kepada peristiwa-peristiwa masa kanak-kanak. Segi pandangan yang sehat ini memberi jauh lebih banyak kebebasan dalam memilih dan bertindak. Orang yang matang dan sehat juga akan terus menerus membutuhkan motif-motif kekuatan dan daya hidup yang cukup untuk menghabiskan energi-energinya. Pada tahap perkembangan manapun, setiap individu harus menemukan minat-minat dan impian-impian baru. Energi tersebut harus diarahkan pada setiap tahap agar mencapai suatu kepribadian yang sehat. Contohnya seorang remaja membutuhkan penyaluran-penyaluran atas energinya agar terhindar dari kepribadian yang tidak sehat. Energi itu harus menemukan jalan keluar, dan apabila energi tidak diungkapkan secara konstruktif maka mungkin energi akan dilepaskan secara destruktif. Dimana beberapa anak yang
kekurangan tujuan-tujuan yang berarti dan konstruktif untuk menghabiskan energi mereka, menyebabkan masalah kenakalan. Dorongan yang bersifat konstruktif adalah sangat penting bagi orang-orang yang sehat secara psikologis. Orang-orang yang demikian mengejar secara aktif tujuan-tujuan, harapan-harapan, dan impian-impian, dan kehidupan mereka dibimbing oleh suatu perasaan akan maksud, dedikasi, dan komitmen. Pengejaran terhadap suatu tujuan tidak pernah berakhir; apabila suatu tujuan harus dibuang, maka suatu motif yang baru harus cepat dibentuk. Orang yang sehat melihat ke masa depan dan hidup dalam masa depan.
2. Carl Rogers
Carl Rogers adalah seorang psikolog yang terkenal dengan pendekatan terapi klinis yang berpusat pada klien (client centered). Rogers kemudian menyusun teorinya dengan pengalamannya sebagai terapis selama bertahun-tahun. Teori Rogers mirip dengan pendekatan Freud, namun pada hakikatnya Rogers berbeda dengan Freud karena Rogers menganggap bahwa manusia pada dasarnya baik atau sehat. Dengan kata lain, Rogers memandang kesehatan mental sebagai proses perkembangan hidup alamiah, sementara penyakit jiwa, kejahatan, dan persoalan kemanusiaan lain dipandang sebagai penyimpangan dari kecenderungan alamiah. Ide pokok dari teori – teori Rogers yaitu individu memiliki kemampuan dalam diri sendiri untuk mengerti diri, menentukan hidup, dan menangani masalah–masalah psikisnya asalkan konselor menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualisasi diri. Menurut Rogers motivasi orang yang sehat adalah aktualisasi diri. Jadi manusia yang sadar dan rasional tidak lagi dikontrol oleh peristiwa kanak-kanak seperti yang diajukan oleh aliran Freudian, misalnya toilet trainning, penyapihan ataupun pengalaman seksual sebelumnya. Rogers lebih melihat pada masa sekarang, dia berpendapat bahwa masa lampau memang akan mempengaruhi cara bagaimana seseorang memandang masa sekarang yang akan mempengaruhi juga kepribadiannya. Namun ia tetap berfokus pada apa yang terjadi sekarang bukan apa yang terjadi pada waktu itu.


Konsep diri adalah bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri yang terkadang akan berbeda dari pandangan orang lain. Atau definisi konsep diri yang lainnya adalah gagasan mengenai diri sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan, serta penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri.
Jenis-jenis Konsep Diri, diantaranya sebagai berikut ini.
Tanda-tanda seorang individu yang mempunyai konsep diri positif adalah:
  • Yakin akan kemampuannya dalam mengatasi berbagai masalah.
  • Merasa setara dengan orang lain.
  • Menerima pujian tanpa rasa malu.
  • Menyadari bahwa setiap orang memilik perasaan, keinginan dan juga perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat.
  • Dapat memperbaiki dirinya sendiri, sebab dia mampu mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan juga berusaha mengubahnya.
Tanda-tanda seorang individu yang memiliki konsep diri negatif adalah :
  • Peka terhadap kritik.
  • Sangat responsif terhadap pujian.
  • Cenderung bersikap hiperkritis.
  • Cenderung merasa dirinya tidak disukai oleh orang lain.
  • Cenderung bersikap selalu pesimis terhadap kompetisi.
Di bawah ini beberapa pengertian konsep diri menurut para ahli :
  • Menurut Burns [dalam Pudjijogyanti, 1993:2] konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri.
  • Sedangkan menurut Cawagas [dalam Pudjijogyanti, 1993:2] konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisik, karakteristik pribadi, motivasi, kelemahan, kepandaian, kegagalan dan lain sebagainya.
  • Dan menurut Rini [2004:1] konsep diri diartikan keyakinan, pandangan / penilaian seseorang terhadap dirinya.
·         Konsep diri bukanlah bawaan sejak lahir, melainkan hasil dari belajar. Saat manusia mengenal lingkungan hidupnya, ketika itu pula dia belajar berbagai hal-hal mengenai kehidupan. Berdasarkan pengalaman hidupnya, seorang individu akan menetapkan konsep dirinya berdasarkan berbagai macam faktor. Menurut E. B. Hurlock, seorang psikolog, faktor – faktor tersebut adalah bentuk tubuh, cacat tubuh, pakaian, nama & julukan, inteligensi kecerdasan, taraf aspirasi / cita-cita, emosi, jenis / gengsi sekolah, status sosial, ekonomi keluarga, teman – teman, dan tokoh / orang yang berpengaruh.
·         Jika berbagai faktor tersebut cenderung menimbulkan perasaan yang positif (bangga, senang), maka muncullah akan konsep diri yang positif. Pada masa anak-anak, seorang individu umumnya cenderung menganggap benar apa saja yang dikatakan oleh orang lain. Jika seorang anak merasa dia diterima, dihargai, dan dicintai maka anak tersebut akan menerima, menghargai, dan juga mencintai dirinya (berkonsep diri yang positif). Dan sebaliknya, jika orang-orang yang berpengaruh di sekelilingnya (orang tua, guru, orang dewas, temannya, dll) ternyata meremehkan, merendahkannya, mempermalukan, dan juga menolaknya, maka pengalaman itu akan disikapi dengan negatif (memunculkan konsep diri yang negatif).



















Comments

Popular Posts