Skip to main content
Cara Menghadapi Situasi Mendesak untuk Anak Anda
Ada
ungkapan yang mengatakan Indonesia Darurat Kekerasan terhadap Perempuan, dan
saya setuju hal itu. Sepanjang tahun 2016 yang lalu, kita digegerkan dengan berbagai
pemberitaan terkait kekerasan seksual pada perempuan dan anak-anak yang terjadi
di Indonesia. Bahkan kekerasan seksual yang identik dengan pemerkosaan tersebut
tidak hanya dilakukan dengan pemaksaan berhubungan seksual, namun juga dengan
membunuh secara kejam pada korbannya.
Memang sejak dulu sudah
ada kasus kekerasan seksual yang terjadi, seperti antara anak dengan orangtua,
dengan kakeknya, dengan orang tak dikenal, namun tidak pernah sampai berurutan
dan parah seperti yang terjadi di tahun ini. Parah yang saya maksudkan adalah
naiknya jumlah korban pra remaja mulai dari usia taman kanak-kanak hingga usia
belasan awal, sedangkan pelakunya masih usia remaja, bahkan dibawah umur.
Selain itu korban tidak hanya perempuan berusia remaja atau dewasa awal, bahkan
anak kecil dan laki-laki pun ikut dijadikan korban kekerasan seksual yang
dilakukan baik oleh lawan jenis maupun sesama jenis.
Bertambah tahun tidak
membuat kasus kekerasan seksual semakin mereda, namun semakin merajalela.
Berbagai saran maupun upaya yang dilakukan pemerintah, namun belum juga ada
tindakan yang mampu mencegah kekerasan seksual. Belum ada juga upaya yang
dilakukan pemerintah untuk menangani korban kekerasan seksual. Banyak artikel
yang bermunculan mengenai mengapa dan bagaimana terjadinya kekerasan seksual,
namun minim artikel yang berisikan bagaimana cara untuk memulihkan kondisi
korban kekerasan seksual. Bukan berarti saya menganggap semua pihak menutup
mata dan tidak melakukan apapun, namun jika kasus kekerasan seksual masih saja
terjadi itu berarti para pelaku tidak takut terhadap norma maupun hukuman yang
ditimpakan apabila mereka melakukan kekerasan seksual.
Komnas perempuan mencatat
kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia per Januari 2016 naik menjadi
peringkat kedua dengan jumlah kasus pemerkosaan mencapai 2.399 kasus atau 72
persen, pencabulan mencapai 601 kasus atau 18 persen, sementara kasus pelecehan
seksual mencapai 166 kasus atau 5 persen. Perhitungan ini belum termasuk
kekerasan seksual yang tidak terdeteksi oleh masyarakat atau tidak dilaporkan
karena alasan faktor budaya. Jumlah faktual di masyarakat diyakini jauh lebih
tinggi, karena perempuan masih enggan melaporkan kasus perkosaan atau pelecehan
seksual yang dialaminya. Alasan utamanya adalah karena dalam proses hukum,
perempuan akan kembali menjadi korban untuk kedua kalinya.
Kasus-kasus kekerasan ini
cenderung disimpan atau ditutup oleh korbannya karena dianggap sebagai aib.
Selain terkait persoalan tabu, juga ini adalah persoalan dukungan sosial yang
tidak tersedia bagi korban di masyarakat, karena budaya perkosaan atau rape
culture yang kuat di dalam masyarakat kita, yakni menyalahkan korban, karena
dianggap perempuanlah penyebab terjadinya pelecehan atau pemerkosaan. Tidak
hanya penanganan kasus hukum kepada pelakunya, yang lebih penting lagi adakah
pendampingan dan perlindungan bagi korban kekerasan seksual.
Beberapa kasus kekerasan
seksual yang membuat heboh masyarakat Indonesia antara lain, kasus pemerkosaan
bekelompok dan pembunuhan yang dilakukan oleh 14 orang atas siswa SMP di
Bengkulu, di kebun karet (kasus YY), kasus pencabulan oleh lima laki-laki yang
dua diantaranya merupakan guru olahraga dan tiga lainnya masih remaja terhadap
dua anak perempuan dibawah umur di Sleman, DIY. Mencuat juga kasus yang serupa
dengan pemerkosaan terhadap korban YY di Manado, ada juga kasus empat bocah SD
di Tangerang Selatan menjadi korban Asusila siswa SMP, guru mengaji di Jakarta
Pusat yang mencabuli bocah SMP murid pengajiannya, ayah di Depok yang tega
menyetubuhi anak kandungnya selama sembilan tahun hingga hamil dua bulan, dan
masih banyak lagi.
Berikut cara yang harus anda ajarkan untuk anak anda dalam bentuk games:
Pertama, cara yang saya ajarkan adalah tahapan yang dilakukan anak dalam
menghadapi situasi mendesak. Tahapannya adalah yang pertama berteriak, dimana
berteriak ini saya ajarkan dengan games stimulus-respon. Dimana teman disebelah
kanan maupun kiri akan dianggap sebagai orang asing dan diri sendiri berada di
situasi mendesak. Apabila fasilitator meneriakkan stimulus, maka teman
disebelah kanan secara tiba-tiba menyentuh pundak atau tangan, maka kita akan
berteriak sekencang-kencangnya. Tangan diandaikan sebagai bagian tubuh yang
tidak boleh dipegang (payudara, vagina, paha, perut dll) dan pundak diandaikan sebagai bagian tubuh yang boleh dipegang.
Maka setiap anak yang disentuh tangannya harus berteriak, dan yang disentuh
pundaknya tidak perlu berteriak.
Setelah anak berteriak, tahapan yang kedua adalah berlari
sekencang-kencangnya mencari tempat yang ramai. Disini saya mengajak setiap anak
untuk rajin berolahraga supaya mendapatkan tubuh yang prima sehingga dapat
berlari dengan kencang. Tetap dengan cara yang sama, bedanya di sesi sebelumnya respon yang di berikan oleh anak adalah berteriak. Namun, kali ini respon yang di berikan oleh anak adalah berlari. Setelah berlari anak akan di ajarkan untuk meminta tolong pada orang yang
berkewajiban seperti satpam atau polisi, jika tidak ada maka dapat meminta
tolong pada warga sekitar.
Tahap yang terakhir adalah dengan menghafal nomor
telepon orang terdekat dan menghubunginya untuk dapat menjemput.
Untuk mencegah
kemungkinan yang buruk seperti tidak dapat berteriak atau berlari karena di
bekap, anak disarankan selalu mengantongi semprotan merica yang dapat
disemprotkan ke mata orang yang mengganggu (semprotan merica tersebut tidak
boleh dipergunakan untuk menyerang orang lain kecuali benar-benar berada di
situasi mendesak).
semoga membantu.
#STOPKEKERASANPADAANAK!!!
Rancangan : Nicole
Comments
Post a Comment